LESS IS MORE, LESS IS BORE, MORE IS MORE, MORE AND MORE!



LESS IS MORE, LESS IS BORE, MORE IS MORE, MORE AND MORE!
“Rem Koolhaas dan Penjajakan Zaman di Arsitektur”
Faisal Zulkarnaen


Lahir didalam masa penjajakan arsitektur yang terkotak-kotak dalam sebuah gagasan konseptual yang dianggap “sakral” pada masa nya. Betransformasi menuju hierarki lain sesuai dengan landasan di zaman tersebut. Ketika Mies Van der Rohe dan Le Corbusier yang merupakan founding fathers dari keberadaan Modern Architecture melahirkan konsep “Less is More”, revolusi arsitektur pun terjadi. Dengan konsistensinya dalam mengeliminasi ornamen¬ornamen yang tidak penting dan juga bentukan-bentukan yang menghasilkan workspace yang tidak fungsional, Van der Rohe mampu menciptakan tabula rasa dari konsep dan ruang yang terbentuk dengan munculmya modernisme dan minimalisme.

Disusul dengan munculnya Robert Venturi yang lahir dalam masa postmodern. Merupakan gebrakan dari kemonotonan yang terjadi pada arsitektur modern. “Less is Bore” menjadi kontra-revolusi terhadap modernism yang menawarkan kompleksitas dan kontradiksi daripada simplisitas dan kekonsistensian yang sudah terjadi selama masa Mies Van der Rohe.

Rem Koolhaas, dikatakan sebagai “dirty realism” ketika publik melihat kebimbangannya mengenai akan seperti apa arsitektur selanjutnya ketika ia harus menempatkan dirinya sebagai protagonist terhadap semua hal yang didapat untuk menemukan seperti apa arsitektur yang sebenarnya. Arsitek sekaligus pendiri OMA dan AMO ini memiliki pandangan tersendiri mengenai bagaimana arsitek-arsitek saat ini menempatkan dirinya dalam menghasilkan konsep-konsep baru untuk mencapai tujuannya.

Architecs, for the first time in several decades, are being solicited for their power to physically articulate new visions.”

Pragmatik arsitektur yang terjadi ialah, timbulnya banyak kesenjangan dan salah pengertian mengenai bagaimana konseptual arsitektur yang harusnya terjadi. Rem Koolhaas sangat menghindari intersepsi yang salah tentang bagimana sesuatu itu terwujud. Huruf “A” tetaplah huruf “A”, huruf “B” juga tetaplah huruf “B”, dan begitu seterusnya. Jadi ketika Van der Rohe mengatakan Less is More, Robert Venturi mengatakan Less is Bore, maka Rem Koolhaas tetap pada pendirianya bahwa suatu wujud akan memiliki makna itu sendiri, dan bukan merupakan makna yang bersifat multi-intepretatif. Begitu pula dengan sebuah konsep arsitektur, maka landasan konsep yang dinilai sangat sesuai oleh Rem Koolhaas untuk saat ini yaitu konsep arsitektur yang memiliki kekuatan nilai dalam bangunan itu sendiri. More is More.

Lebih adalah lebih, yang selanjutnya ketika wujud dan nilai dari sebuah bangunan yang bersifat multivalensi tidak berakhir pada “Junked space” (ruang buangan dimana sesuatu tidak memiliki arti-apa-apa dan hanya merupakan sekedar ruang yang tak berarti), melainkan akan menjadi sebuah perwujudan dimensional yang bertahap secara konsisten menuju sesuatu yang bersifat lebih atraktif.

Mengambil salah satu contoh karya Rem Koolhaas yang banyak dari kita sudah mengetahui nya yaitu CCTV HQ di China yang dibangun dan diselesaikan untuk menghadapi event besar Olimpiade Beijing lalu. Salah satu yang dapat kita pelajari dari bangunan ini ialah tentang bagaimana arsitektur bangunan ini menghadapi utopia yang terjadi, konteksnya terhadap nilai social dan nilai pragmatic architecture, serta bagaimana bangunan tersebut bermetafora dengan bentukan seperti itu yang mungkin dari kita masih mengetahuinya secara black box. Seperti apa sebuah bangunan itu akan terbentuk, tidak terlepas dari bagaimana seorang arsitek mampu menyampaikan ide dan gagasannya kepada klien, serta diterima dengan baik dan dapat dipahami seutuhnya oleh klien yang bersangkutan tersebut. Sehingga baik dan buruknya sebuah aristektur merupakan kesepakatan tak terbalas yang terjadi antara sang arsitek dan klien.

The client as chaos”.

Rem Koolhaas menganggap klien-klien merupakan pengacau gagasan dan ide-ide brilian nya. Sejauh ia mengetahui bagaimana kesenjangan yang terjadi antara klien dan arsitek dan pengembangannya menuju pengertian awal siapa dan apa klien itu sebenarnya, maka serta merta ia akan mereverse-back bahwa klien adalah arsitektur, dan klien adalah kekacauan, sehingga baik secara langsung atau tidak langsung, setuju atau tidak setuju, pengertian yang didapat adalah: aristektur adalah kekacauan.
Rem Koolhaas juga pernah berkata:

Chaos simply happens. You cannot aspire to chaos, u can only be an instrument of it”.

Sehingga disini kita dapat mengetahui bahwa dalam membuat kekacauan yang terjadi, kita sebagai arsitek hanya bias menjadi sebagai instrument yang memegang kendali dari kekacauan tersebut. Dengan melihat kembali konsep More is More, sebuah arsitektur tidak akan berhenti tumbuh dan berkembang hingga mencapai sebuah entitas yang diharapkan. More is More yang ada pada diri Rem Koolhas selanjutnya beregenerasi menjadi More and More! Dan dari More and More inilah Rem Koolhas mampu menjadikan bahasa arsitektur menjadi sebuah bahasa utopia yang memberikan distraksi keberagaman atas kemonotonan didalam dunia arsitektur. Selanjutnya kita mengetahui seperti apa dunia arsitektur yang di maksud saat ini, Ya! Orthodox dan Paradigma Dekonstruktif.

Kembali pada contoh CCTV HQ China diatas! Bentukan yang tak lazim tersebut menjadi sebuah bahasa arsitektur yang digemari banyak arsitek zaman sekarang. Kehebohan yang terjadi pada ke-dekonstruktif-an menjadi sebuah cara baru dalam memunculkan ide-ide kreatif demi bertahan dalam evolusi yang terjadi di dunia arsitektur. Meningkatkan nilai tambah dalam proses seleksi alam yang terjadi. Hal ini tidak terlepas dari teori Charles Darwin yang mengatakan bahwa:

It is not of the strongest of the species that survives, nor the most intelligent. It is the one that is the most adaptable to change

Mengetahui bahwa Rem Koolhaas merupakan salah satu arsitek yang mampu mengadaptasikan dirinya terhadap penjajakan zaman arsitektur yang ada, membuat kita mengetahui bahwa beradaptasi secara cepat seperti yang dilakukan Rem Kolhas dalam transisi masa Postmodern dan Dekonstrutivisme menjadikan seorang arsitek adaptable terhadap seleksi alam yang terjadi adalah merupakan sebuah keharusan yang dimiliki oleh tiap individu. Zaha Hadid, yang dulu pernah “berguru” pada Rem Koolhas kini sudah menemukan jalannya sendiri melalui bagaimana proses adaptasi dan seleksi alam yang sudah dialui oleh Rem Koolhaas. Menjadi sebuah pencetus bahasa arsitetktur baru yang kini disebut-sebut sebagai Architecture Dekonstruktivisme.

(http://jongarsitek.com/2011/07/06/jongberbagi-rem-koolhaas-dan-penjajakan-zaman-di-arsitektur/)



0 komentar:

Posting Komentar

 
ab_architects. Diberdayakan oleh Blogger.